Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Zulhijah
Di antara bentuk karunia Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya adalah menjadikan waktu-waktu dan musim-musim khusus bagi seorang hamba untuk memaksimalkan ketaatannya kepada Allah Ta’ala. Allah jadikan pahala dan balasan pada waktu-waktu tersebut lebih besar dari waktu-waktu lainnya. Sehingga, dengannya, seorang muslim dapat beramal dengan maksimal dan memanfaatkannya untuk menambal kekurangannya dalam ibadah yang telah lalu.
Setelah sebelumnya, Allah mengaruniakan kita dengan bulan Ramadan, bulan ketataan dan bulan ampunan, bulan yang di dalamnya terdapat sepuluh malam yang penuh keutamaan dan keistimewaan. Di penghujung tahun hijriah ini, Allah mengaruniakan kita juga dengan waktu-waktu utama yang bisa kita maksimalkan untuk beribadah dan melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Waktu-waktu dan hari-hari yang akan datang tersebut adalah sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijah, hari-hari terbaik dalam satu tahun yang kita miliki.
Besarnya keutamaan sepuluh hari pertama bulan Zulhijah
Sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijah memiliki keutamaan yang sangat besar bagi seorang muslim, karena pada hari-hari tersebut terkumpul banyak sekali keutamaan. Di antaranya:
Pertama, Allah Ta’ala bersumpah dengannya karena besarnya keutamaan yang ada di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi fajar. Dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)
Yang dimaksud dengan “malam yang sepuluh” adalah sepuluh pertama dari bulan Zulhijah, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan beberapa ulama dari kalangan salaf (terdahulu) dan ulama khalaf (masa kini).
Sebagian ulama juga menafsirkan bahwa maksudnya adalah sepuluh terakhir bulan Ramadan. Hanya saja, pendapat pertama lebih kuat, karena di ayat yang selanjutnya Allah Ta’ala berfirman,
وَٱلشَّفْعِ وَٱلْوَتْرِ
“Dan yang genap dan yang ganjil.” (QS. Al-Fajr: 3)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “al-watr” adalah hari Arafah karena itu pada tanggal sembilan, dan yang dimaksud dengan “asy-syaf’u” adalah hari raya kurban karena terletak pada tanggal sepuluh. Hal ini menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa ayat tersebut berbicara mengenai keutamaan sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijah.
Kedua, amal ibadah di hari-hari tersebut adalah amal ibadah yang paling dicintai Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidak ada hari-hari yang amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini.” Yakni, 10 hari pertama dari bulan Zulhijah. Mereka (para shahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, dan tidak juga berjihad di jalan Allah (lebih utama darinya)?” Beliau bersabda, “Dan tidak juga berjihad di jalan Allah (lebih utama darinya), kecuali seseorang yang berjuang dengan dirinya dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan apa pun.” (HR. Abu Dawud no. 2438 dan HR. Bukhari no. 969 dengan lafaz yang sedikit berbeda.)
Ketiga, Di dalamnya terdapat hari paling mulia di sisi Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan kepada kita bahwa hari Iduladha, hari kesepuluh dari bulan Zulhijah merupakan hari yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala. Beliau bersabda,
إنَّ أعظمَ الأيَّامِ عندَ اللَّهِ تبارَكَ وتعالَى يومُ النَّحرِ ثمَّ يومُ القَرِّ
“Sesungguhnya hari yang paling mulia di sisi Allah, Tabaraka wa Ta’ala, adalah hari Iduladha, kemudian hari menetap (tanggal sebelas dari bulan Zulhijah, hari di mana jemaah haji menetap di Mina dan tidak pergi meninggalkannya).” (HR. Abu Dawud no 1765 dan Ahmad no. 19075)
Keempat, pada hari-hari tersebut terkumpul di dalamnya amal-amal ibadah agung, baik itu pelaksanaan salat, sedekah kurban, puasa, dan ibadah haji.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka, makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al-Hajj: 27-29)
Imam Ibnu Hajar rahimahullah di dalam kitabnya juga mengatakan, “Yang menjadi alasan mengapa sepuluh hari (pertama) bulan Zulhijah diistimewakan adalah karena di dalamnya terkumpul ibadah-ibadah pokok, yaitu salat, puasa, sedekah, dan haji. Dan hal ini tidak terjadi pada waktu-waktu lainnya.” (Fathul Bari, 2: 534)
Amal ibadah apa saja yang dianjurkan untuk kita kerjakan pada hari-hari tersebut?
Pertama, menjaga amal ibadah wajib.
Sebelum mengerjakan amal ibadah sunah, hendaknya seorang muslim terlebih dahulu memperhatikan dan menjaga rutinitas amal ibadah wajibnya. Karena mengerjakan amal ibadah wajib merupakan seutama-utamanya amal di sisi Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman di dalam hadis qudsi,
مَن عادَى لي وَلِيًّا فقَدْ آذَنْتُهُ بالحَرْبِ، وما تَقَرَّبَ إلَيَّ عَبْدِي بشَيءٍ أحَبَّ إلَيَّ ممَّا افْتَرَضْتُ عليه
”Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku menyatakan perang kepadanya. Tidaklah seorang hamba–Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal–hal yang telah Aku wajibkan baginya.” (HR. Bukhari no. 6502)
Di hari-hari yang mulia tersebut, jangan sampai kita tertinggal dari melaksanakan salat lima waktu pada waktunya, baik itu berjemaah bagi laki-laki maupun di rumah bagi wanita. Jangan terluput juga dari berbakti kepada kedua orang tua dan membahagiakan mereka.
Tidak kalah penting dari itu adalah menyempatkan waktu untuk duduk bermajelis dengan para ustaz dan menghadiri kajian, karena menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi seorang muslim.
Setelah perkara-perkara wajib ini kita kerjakan, barulah kemudian kita sempurnakan amal ibadah kita dengan amal ibadah sunah. Allah Ta’ala melanjutkan firman-Nya di dalam hadis qudsi yang telah kita sebutkan,
وما يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إلَيَّ بالنَّوافِلِ حتَّى أُحِبَّهُ، فإذا أحْبَبْتُهُ، كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذي يَسْمَعُ به، وبَصَرَهُ الَّذي يُبْصِرُ به، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بها، ورِجْلَهُ الَّتي يَمْشِي بها، وإنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، ولَئِنِ اسْتَعاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
“Senantiasa hamba–Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan amalan–amalan nafilah (sunah) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang dia gunakan untuk memegang, dan Aku menjadi kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Jika dia meminta kepada–Ku, pasti Aku memberinya; dan jika dia meminta perlindungan kepada–Ku, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 6502)
Kedua, berpuasa sembilan hari.
Di antara amal ibadah sunah yang ditekankan untuk dilakukan di 10 hari pertama dari bulan Zulhijah adalah berpuasa. Hal ini berdasarkan keumuman hadis mengenai keutamaan beramal di sepuluh hari pertama bulan Zulhijah yang telah kita sebutkan sebelumnya. Berdasarkan juga perbuatan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab,
وممن كان يصوم العشر عبد الله بن عمر رضي الله عنهما. ويقول أكثر العلماء أو كثير منهم بفضل صيام هذه الأيام
“Dan di antara mereka yang berpuasa di sepuluh hari pertama bulan Zulhijah (kecuali tanggal sepuluh, karena itu adalah hari raya) adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Kebanyakan ulama atau banyak dari mereka juga berpendapat adanya keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 522)
Hari yang paling utama untuk berpuasa di dalamnya adalah hari kesembilan, yaitu hari yang bertepatan dengan wukufnya jemaah haji di padang Arafah. Sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan,
كَانً رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يصومُ تِسعَ ذي الحِجَّةِ، ويومَ عاشوراءَ، وثلاثةَ أيَّامٍ مِن كلِّ شَهرٍ : أوَّلُ اثنين من الشَّهرِ، والخميس
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan puasa pada tanggal sembilan Zulhijah, hari Asyura, tiga hari pada tiap bulan, dan hari Senin dan Kamis tiap pertama bulan.” (HR. Abu Dawud no. 2437, An-Nasa’i no. 2417, dan Ahmad no. 22334)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda menyampaikan kepada kita keutamaan berpuasa di hari Arafah,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa pada hari Arafah, aku memohon pula kepada Allah agar puasa itu bisa menghapus dosa setahun penuh sebelumnya dan setahun sesudahnya.” (HR. Muslim no. 1162 dan Ahmad no. 22650)
Ketiga, memperbanyak takbir dan mengagungkan Allah Ta’ala.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (QS. Al-Hajj: 28)
Berdasarkan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
ما من أيامٍ أعظمُ عندَ اللهِ ولا أحبَّ إليه العملُ فيهنَّ من هذهِ الأيامِ العشرِ فأكثروا فِيهنَّ من التهليل والتكبيرِ والتحميدِ
“Tidak ada hari yang lebih agung di hadapan Allah dan lebih dicintai oleh Allah amalan-amalan di dalamnya melebihi dari pada hari-hari 10 pertama Zulhijah ini. Maka, perbanyaklah di hari-hari tersebut takbir, tahlil, dan tahmid.” (HR. Ahmad no. 5446)
Diriwayatkan bahwa Said bin Jubair, Mujahid, dan Abdurrahman bin Abi Laila biasa memasuki pasar pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijah dalam keadaan bertakbir serta mengagungkan Allah di dalamnya, hingga pasar tersebut dipenuhi dengan takbir mereka. Begitu pula dengan Abdullah bin Umar dan Abu Hurairah, mereka berdua biasa memasuki pasar sambil mengucapkan “Allahu Akbar,” dan mereka tidak masuk, kecuali karena alasan tersebut.
Wallahu A’lam Bisshawab.
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel asli: https://muslim.or.id/94961-keutamaan-sepuluh-hari-pertama-bulan-dzulhijah.html